Selamat Datang di Blog Kami

Blog ini khusus memuat catatan dan kumpulan status Abdullah Isma'ili di facebook

Blog ini merupakan bentuk terima kasih kami (admin) pada abah kami Abdullah Isma'ili

Silakan bertanya pada kami di facebook
1. Safiyah Alifa
2. Syarifah Safinah Alaydrus
3. Yudas Iskandar
4. Evida Zaitun Alkaff
5. Surya Hamidi

lovely family

lovely family
edited by Zakki Assegaf

Jumat, 21 Januari 2011

PINTU ILMU 3

Pintu Ilmu 3:

IMAMAH DALAM ALAM MATEMATIKA (1)

Alam matematika adalah alam yang berisi, katakanlah, bilangan-bilangan matematika. Kita katakan bahwa BILANGAN adalah MAKHLUQ di dalam alam matematika. Akan tetapi, dalam memulainya, kita belum memahami apa itu bilangan. Jadi, di sini, sekaligus kita akan membangun pemahaman kita tentang bilangan itu sendiri.

IMAMAH di sini artinya KESEMPURNAAN. Kita pun akan memahami makna imamah.

3.1. ALAM MATEMATIKA, ALAM SEMESTA, DAN HUKUM KESEMPURNAAN

Berapa banyak bilangan di dalam matematika?

Mungkin lebih mudah adalah berapa banyak benda di alam semesta ini. Katakanlah ada N, suatu bilangan yang sangat besar. Manakah yang lebih banyak: bilangan N ini ataukah jumlah bilangan di dalam matematika?

Dari yang dipaparkan, maka jelas bilangan matematika lebih besar daripada N. Dan ini menggelikan...

Sekiranya dikatakan bahwa bilangan matematika lebih besar, maka tidak menggelikan hanya apabila yang besar itu dapat diatur secara sempurna. Jika tidak demikian, maka bilangan yang disebutkan hanyalah hayalan belaka, klaim buta saja.

Nah, kita akan memikirkan kesempurnaan alam matematika.

3.2. WAKTU PERIODIK, PERIODA WAKTU, SATUAN WAKTU, DAN URUTAN

Anggaplah belum ada matematika sehingga Antum tidak dapat berkata "menghitung" atau "membilang". Ada N benda, maka akan Antum dapat menemukan atau melihat masing-masing benda. Untuk itu diperlukan WAKTU. Jadi, meskipun Antum belum dapat menghitung, Antum sudah dapat mengurut dalam waktu, sadar atau tidak...

Sesuatu dikatakan ADA apabila ia ADA SETIAP SAAT. Setiap saat, dalam
pengalaman manusia, pastilah membutuhkan "sedikit" waktu. Misalkan untuk menemukan semua benda, yakni N buah itu, dibutuhkan waktu T, maka, untuk tiap-tiap benda, dibutuhkan waktu T/N. Benda pertama ditemukan pada T/N, benda kedua ditemukan pada waktu T/N + T/N = 2 x (T/N), benda ketiga pada waktu T/N + T/N + T/N = 3 x (T/N), dan seterusnya benda ke-N ditemukan dalam waktu N x (T/N) = T.

Waktu yang dihitung dalam 1 x (T/N), 2 x (T/N), 3 x (T/N), ... ini disebut WAKTU PERIODIK dengan T sebagai PERIODE WAKTU. "Sedikit waktu" atau selang waktu T/N kita sebut SATUAN WAKTU.

Memang, karena belum ada bilangan sehingga Antum tidak menghitung 1, 2, 3, ..., N, akan tetapi perbuatan menemukan atau melihat itu telah mewakilinya.

Pertama kali melihat, menemukan sebuah benda, kita simbolkan dengan SIMBOL 1, yaitu benda ke-1 yang ditemukan pada waktu 1 x (T/N) = 1 satuan waktu. Seterusnya benda ke-2, ke-3, ke-4... Kita tulis penemuan itu kita dalam bentuk (1, 2, 3, 4, ..., N). Ingat bahwa (1, 2, 3, ..., N) artinya pada waktu 1 satuan waktu ditemukan benda ke-1, pada waktu 2 satuan waktu ditemukan benda ke-2, pada waktu 3 satuan waktu ditemukan benda ke-3, ..., dan seterusnya.

Kalau ditulis (3, 4, 1, 6, ..., 2, ..., 5, ..., N), maka pada waktu 1 satuan waktu ditemukan benda ke-3, pada waktu 2 satuan waktu ditemukan benda ke-4, pada waktu 3 satuan waktu ditemukan benda ke-1, pada waktu 4 satuan waktu ditemukan benda ke-6, dan seterusnya.

Demikian menjadi jelas bahwa, meskipun tidak kita tulis, akan tetapi kita mengenal URUTAN, dalam hal ini urutan oleh waktu dalam satuan waktu dalam periode waktu. Satuan waktu dapat berupa detak jantung ataupun kedipan mata, atau sekali memandang, atau pun yang lain-lain yang telah kita fahami.

3.3. IDENTITAS DALAM AKSIOMA URUTAN DAN KELENGKAPAN

Sering pula satuan waktu tidak kita perdulikan lagi. Misalnya, kalau mau bertemu Presiden, maka bertemu dulu dengan penjaga, lalu sekertaris, lalu siapa-siapa lagi, barulah Presiden. Ini prosedur standar dan benar. Mau ketemu Presiden ya memang harus begitu.

Antum bisa saja bertemu dengan Agus, lalu dia mempertemukan Antum dengan SBY, akan tetapi itu bukan Presiden melainkan ayahnya. Antum dapat melalui prosedur standar, dan akhirnya bertemu dengan Budiono, bukan SBY, tapi itulah Presiden, meskipun ia adalah Wakil Presiden.

Kita hidup di zaman yang urutan tidak dipersoalkan. Dan itu tidak benar. Berhaji pada selain musim haji tidak benar. Boleh saja mengaku anggota Keluarga Cinta. Akan tetapi yang sah menjadi anggota adalah yang melakukan IJABAH dan disambut dengan QABILTU oleh si Abah. Yang menjadi mahasiswa adalah anggota yang menyatakan kesediaan ketika diminta kesediaannya menjadi mahasiswa. Ada ada prosedur, ada urutan.

Ada urutan yang benar. Dan masuk akal apabila urutan yang BENAR tulis dengan SIMBOL (1, 2, 3, ..., N). Ada urutan yang SALAH. Ini disebut AKSIOMA URUTAN.

Sesuatu dikatakan BENAR haruslah memiliki urutan yang benar.

Akan tetapi urutan saja belum cukup. Bisa saja ada (1, 2, 4, 5, 6, ..., N). Urutannya benar tapi tidak lengkap karena tidak terdapat 3. Nah, sesuatu dikatakan BENAR apabila jugA Memiliki kelengkapan. Ini disebut AKSIOMA KELENGKAPAN.

Kalau Antum mengatakan ada N benda, maka laporan Antum boleh jadi (1, 2, 3, 4, ..., N). Ini artinya Antum telah menempuh urutan yang benar. Sekedar membuktikan ada N benda, maka urutan lain pun benar asalkan
lengkap.

Nah, PERMUTASI telah memenuhi AKSIOMA KELENGKAPAN.

3.4. KEBENARAN AKU DAN DIRIKU

Banyak yang tidak sadar bahwa matematika berasal dari konsep AKU dan DIRIKU. Antum dapat menyadarinya dengan merenungkan dua kondisi: bayi yang baru lahir dan mayat di dalam kubur.

Keadaan bayi adalah keadaan dimana AKU menyeruak tanpa menyadari adanya DIRIKU. Hingga tumbuh besar barulah ia menyadari adanya DIRIKU.

Keadaan di dalam kubur adalah keadaan dimana tiada AKU selain DIRIKU yang merana.

Tidak perlu berlama-lama untuk mendapatkan kesimpulan bahwa yang BENAR adalah AKU = DIRIKU. Apabila AKU = DIRIKU, maka si AKU akan menjaga DIRIKU selama hidup sehingga di dalam kubur pun tetap AKU = DIRIKU. Dan ini pulalah keadaan sebelum lahir, AKU = DIRIKU.

Dengan adanya AKU dan DIRIKU, maka adanya urutan. Katakanlah ada N benda dan urutannya adalah (1, 2, 3, ..., AKU, DIRIKU, ..., N). Artinya, dengan tanpa memandang yang lain-lain, maka urutan (AKU, DIRIKU) adalah AKU mendahului DIRIKU. Manakah yang benar: (AKU, DIRIKU) ataukah (DIRIKU, AKU)?

Renungan sebelumnya menyimpulkan bahwa yang benar adalah (DIRIKU, AKU), yaitu DIRIKU mendahului AKU.

Dengan demikian, setidaknya setiap orang haruslah memahami (1, 2), dimana 1 adalah DIRIKU, dan 2 adalah AKU. Pemahaman ini dikenal sebagai MENGENAL DIRI. Dan puncak pengenalannya adalah AKU = DIRIKU. Yaitu SATU SAJA.

Meskipun SATU SAJA, yaitu ya AKU ya DIRIKU, akan tetapi telah diawali dengan pengenalan ADA DUA. Si AKU pun bertanya, "Apakah tiada yang lain selain DIRIKU? Dapatkah AKU hidup hanya dengan DIRIKU?"

Ia telah mengenal SEBELUM AKU atau MENDAHULUI AKU. Yaitu DIRIKU. Pertanyaan yang pasti adalah "adakah sesuatu mendahului DIRIKU?" Tiada rugi untuk menjawab, "Ya!"

3.5. URUTAN KEUTAMAAN

Setelah menemukan AKU = DIRIKU, maka segera pula ditemukan DIRIKU YANG LEMAH, yang faqir... hina...

Ada dambaan kepada sesuatu yang lebih daripada AKU = DIRIKU ini. Di sini, urutan 1 dan 2 yang tadinya mengalami percobaan pada AKU dan DIRIKU, kini menjadi sebuah harapan, "AKU = DIRIKU adalah 2 dari setalah 1, yaitu sesuaty ang mendahului 2."

Maka 1 dan 2 yang tadinya hanyalah SIMBOL, kini bermakna URUTAN KEUTAMAAN. Bahwa adalah BENAR menulis (1, 2), yakni sesuatu mendahuluiku, dan SALAH menulis (2, 1).

Apabila Antum menemukan, dalam urutan keutamaan, maka haruslah Antum utamakan dahulu 1 kemudian 2. Misalkan waktu yang tersedia adalah 2 satuan waktu, maka pada 1 satuan waktu Antum menemukan 1, dan pada waktu 2 satuan waktu Antum menemukan 2.

Berapa pun waktu yang diberikan, sebesar-besarnya, maka Antum tentunya menemukan (1, 2), (1, 2), (1, 2), ...

Perhatikan bahwa, dalam menemukan (1, 2), (1, 2), (1, 2), ... dalam suatu waktu yang diberikan, maka waktu tersebut dapat berulang 1, kemudian 2, kemudian 1, kemudian 2, ... Periode waktunya adalah T = 2 satuan waktu.

Di sini, urutan keutamaan mendatangkan definisi PENJUMLAHAn: 1 + 1 = 2, 2 + 1 = 1... Tidak penting simbol-simbol 1 dan 2 di sini. Bisa saja 2 + 1 = 3, 3 + 1 = 2..., akan tetapi kita telah boros angka. Kita barU Mengenal 2 angka atau 2 bilangan. Jadi, AKU yang tau DIRIKU, yakni AKU = DIRIKU, akan memilih penjumlahan 1 + 1 = 2, 2 + 1 = 1, ..., dan tidak memilih 2 + 1 = 3, 3 + 1 = 2, ...

Harap dicermati bahwa, 2 angka, adalah juga a dan b, dimana a + a = b, b + a = a... Jadi, silahkan saja memilih (1, 2) atau pun (a, b). Dan masuk akal, dalam kajian ini, kita memilih (1, 2).

Akan bermanfaat pula, selain 2 angka berupa (1, 2), juga berupa (0, 1), dimana 0 + 1 = 1, 1 + 1 = 0, ...

Kembali kepada keadaan menemukan (1, 2) yang adalah BENAR dan (2, 1) yang adalah SALAH, maka marilah kita mencoba untuk memberikan NAMA p0 = (1, 2) dan p1 = (2, 1). Yang telah kita fahami adalah:

a. Untuk (0, 1):

0 + 1 = 1,
1 + 1 = 0.

b. Untuk (1, 2):

1 + 1 = 2,
2 + 1 = 1.

3.6. AKSIOMA KESETARAAN DAN HUKUM KOMUTATIF

Perhatikan bahwa, dalam 1 + 1 = 0 atau pun 1 + 1 = 2, maka 1 yang pertama berbeda dengan 1 yang kedua. Yangg satu adalah URUTAN, yang lain adalah SATUAN. Lebih jelas dalam 0 + 1 dan 2 + 1, maka 0 dan 2 masing-masing adalah URUTAN, sedangkan 1 adalah SATUAN. Menulis 2 + 1 = 1 artinya URUTAN 1 yang diperoleh dari URUTAN 2 + SATUAN 1.

Urutan dan satuan itu TIDAK SETARA. Maksudnya, menulis 2 + 1 punya makna, tetapi menulis 1 + 2 belum punya makna. Maka harus diartikan.

Di sini kita butuhkan AKSIOMA KESETARAAN. Bahwa berlaku 1 + 2 = 2 + 1 hanyalah apabila 1 dan 2 itu setara. Dan kita tau bahwa 1 + 2 = 2 + 1 adalah HUKUM KOMUTATIF. Artinya, HUKUM KOMUTATIF berlaku hanya setelah berlaku AKSIOMA KESETARAAN.

Pandang b. Matematika membaca a + b sebagai "b ditambahkan a DARI KANAN", sedangkan b + a sebagai "b ditambahkan a DARI KIRI".

Selanjutnya, HUKUM KOMUTATIF adalah "ditambahkan DARI KANAN" sama dengan "ditambahkan DARI KIRI".

3.7. PENYEDERHANAAN, PENYETARAAN, DAN PENYEMPURNAAN

Yang perlu dicatat adalah adanya KETAK-SETARAAN, bahwa URUTAN tidak setara dengan SATUAN. Dan ini tidak mengenal HUKUM KOMUTATIF.

Akan tetapi, dalam pikiran kita, dapatlah kita lakukan PENYEDERHANAAN. Yaitu menyetarakan URUTAN dan SATUAN. Dengan demikian, berlaku 0 + 1 = 1 + 0 = 1 dan 1 + 2 = 2 + 1.

Tentulah difahami sebelumnya bahwa 1 + 1 = 0, setelah adanya PENYETARAAN, memungkinkan penyempurnaan di bawah ini:

a. Untuk (0, 1):

0 + 0 = 0
0 + 1 = 1,
1 + 0 = 1,
1 + 1 = 0.

b. Untuk (1, 2):

1 + 1 = 2,
1 + 2 = 1,
2 + 1 = 1,
2 + 2 = 2.

3.8. KEBEBASAN

Kebebasan di sini, dari pencapaian di atas, sekedar mengingatkan bahwa (0, 1) dan (1, 2) hanyalah pilihan.

Antum boleh memilih (a, b), ana pun bebas memilih, misalnya, (Asma, Evida), dan ana definisikan:

Asma + Asma = Asma,
Asma + Evida = Evida,
Evida + Asma = Evida,
Evida + Evida = Asma.

Bebas!

Dan toh memilih (0, 1) atau (1, 2) adalah lebih praktis.

3.9. IDENTITAS, INVERS, DAN HUKUM DUA-BENDA

Menulis 0 + 1 = 1 + 0 = 1 menunjukkan bahwa 0 adalah IDENTITAS dalam (0, 1). Sedangkan dalam (1, 2), identitasnya adalah 2. Tegasnya, IDENTITAS tidak merubah yang ditambahkan.

Dengan telah mengenal 2 dalam (1, 2) sebagai identitas, maka kita tidak perlu lagi menyinggungnya, karena sudah cukup dengan (0, 1) saja.

Dengan 0 adalah identitas, maka 1 + 1 = 0 menghasilkan 1 sebagai INVERS dari 1.

Tak perlu khawatir!

Apabila hanya terdapat 2 benda, dan setelah salah satunya menjadi identitas, maka berlaku "INVERS dari sesuatu adalah dirinya sendiri". Ini kita sebut HUKUM DUA-BENDA.

Dengan demikian, berlaku 0 + 0 = 0 yang artinya invers dari 0 adalah 0.

3.10. PERKALIAN PERMUTASI P2

Ada 2 benda, sebutlah N2 = {a, b}, maka urutan yang mungkin ditemukan adalah (a, b) dan (b, a). Ada Asma dan Evida, maka kemungkinan ana temukan adalah Asma lebih dulu kemudian Evida, yakni (Asma, Evida), dan kemungkinan lainnya adalah (Evida, Asma).

Ingat bahwa kemungkinannya juga dua, keadaannya dua, seperti halnya 2 benda. Maka kedua-kuanya pun dapat memenuhi HUKUM DUA-BENDA. Kita namakan masing-masing itu p0 dan p1 dan memenuhi:

p0 x p0 = p0,
p0 x p1 = p1,
p1 x p0 = p1,
p1 x p1 = p0.

Ini berlaku lantaran AKIBAT dari HUKUM DUA-BENDA setalah berlaku AKSIOMA KESETARAAN. Harap dingat, ini berlaku tanpa perduli apakah p0 = (Asma, Evida) dan p1 = (Evida, Asma), atau pun sebaliknya p0 = (Evida, Asma) dan p1 = (Asma, Evida).

3.11. MERAPIHKAN PERMUTASI

Untuk 2 benda, maka kita telah memahami secara cukup. Akan tetapi kita ingin fahami juga 3 benda, 4 benda, dan seterusnya hingga N benda. Maka kita perlu merapihkan penulisan permutasi.

Masuk akal untuk memilih benda-benda dalam himpunan N2 = {1, 2} yang berkorelasi dengan himpunan permutasi P2 = {p0, p1} dimana p0 = (1, 2) dan p1 = (2, 1).

Setidaknya merapihkan PERASAAN. Akan mengundang rasa sakit sekiranya memilih salah satu di antara p0 = (Asma, Evida) dan p0 = (Evida, Asma). Tidak adil... Gunanya belajar matematika dengan simbol-simbol 0, 1, 2, 3, ... atau a, b, c, ... dan tidak menyebutkan nama-nama kekasih agar tidak ada rasa sakit hati...

Matematika memang merapihkan perasaan...

Matematika membutuhkan pandangan mendalam... Juga pandangan jauh... Himpunan permutasi P3 = {p0, p1, p2, p3, p4, p5} telah berpandangan jauh dalam mendefinisikan:

p0 = (1, 2, 3),
p1 = (1, 3, 2),
p2 = (3, 1, 2),
p3 = (3, 2, 1),
p4 = (2, 3, 1),
p5 = (2, 1, 3).

Bagaimana sehingga angka-angka 3, 4, dan 5 dapat muncul secara BENAR.

3.12. NUBUWAH, AKAL, PERMUTASI P3, DAN JAM 6

Ingat bahwa kita baru mengenal 2 BENDA dengan HUKUM DUA-BENDA. Dua benda sembarang. Bisa (Asma, Evida), bisa (KC, non-KC), bisa (a, b), ... Suka-suka, asalkan 2 benda. Dan masuk akal apabila kita kembangkan dengan (0, 1) dan (1, 2).

Dan munculnya benda ke-3 bukan sesuatu yang asing...

Sebelum AKU = DIRIKU, berlaku 2 benda. Setalah AKU = DIRIKU, terbesit selain-KU. Maka kesan 3 benda itu ada: AKU, DIRIKU, dan selain-KU.

Kesan menjadi fakta dengan adanya pengenalan SEBELUM dan SESUDAH. Orang yang tau diri, tatkala menemukan benda a, pastilah berpikir tentang benda-sebelum-a, benda-a itu sendiri, dan benda-sesudah-a. Logika ini dikenakan dalam al-Qur'an.

Tegasnya, tatkala seseorang telah menyempurnakan (1, 2), maka ia akan beranjak ke (1, 2, setelahnya). Antum yang kebetulan sudah faham akan menulis bebas (1, 2, 3, 4, ..., N). Akan tetapi, baginya, cukuplah (1, 2, 3), dimana 3 merepresentasi (3, 4, 5,..., N).

Baiklah, sehingga masuk akal N3 = {1, 2, 3} dengan permutasi P3 seperti di atas.

Seakan-akan Antum merasa bahwa ia lebih dahulu menemukan N3, yaitu 3 benda, barulah membangun P3, yaitu 6 benda. Padahal tidak demikian...

Ia belum mengenal 3, ia hanya disuruh menemukan yang ADA. Ia akan melaporkan, katakanlah (1, 2, 3), kemudian (1, 3, 2), kemudian (1, 2, 3) lagi, kemudian (1, 3, 2) lagi... Kalau waktu yang Antum berikan terbatas, boleh jadi ia tidak menemukan (3, 2, 1). Baginya, tidak jelas ia akan menemukan keadaan yang bagaimana saja. Ia akan bekerja sampai kiamat, lalu ia mati, dan kita yang hadir pada dunia-baru itulah yang memeriksa pekerjaannya, dan kita berseru, "Ooo... rupa-rupanya ada p0, p1, p2, p3, p4, dan p5."

Ia tidak membutuhkan waktu sampai kiamat jika dan hanya jika ada NUBUWAH, ada berita baru kepadanya yang meyakinkannya bahwa keadaan yang mungkin hanyalah p0, p1, p2, p3, p4, dan p5. Dan NUBUWAH ini disampaikan melalui AKAL yang ada padanya.

Baiklah, dari 6 keadaan, ia menemukan 3 benda. Akan tetapi keadaan juga benda. Jadi, dari 3 benda, sekaligus ia melompat ke 6 benda. Maka ia membutuhkan 6 simbol. Sudah ada 3 simbol, yakni (0, 1, 2), maka ia butuh 3 simbol lagi. Antum silahkan gunakan (a, b, c), dan ana boleh menggunakan (Hasan, Husain, Ahmad). Akan tetapi lebih masuk akal untuk menggunakan (3, 4, 5) sehingga lahirlah (0, 1, 2, 3, 4, 5).

Dengan bekal 2 benda, ia dapat mendefinisikan ALJABAR untuk 6 benda. Itulah JAM 6. Yaitu N6 = {0, 1, 2, 3, 4, 5} yang memenuhi AKSIOMA URUTAN, AKSIOMA KELENGKAPAN, dan AKSIOMA KESETARAAN, serta HUKUM
KOMUTATIF. Sekedar mengingatkan, dalam Jam 6, berlaku 1 + 4 = 5, 5 + 1 = 0, 3 + 4 = 1, dan seterusnya...

3.13. PERBEDAAN SUNNI DAN SYIAH DALAM KESETARAAN DAN IMAMAH

Baik sunni maupun syiah dapat mengenal keadaan p0 = (1, 2) dan p1 = (2, 1) yang memenuhi HUKUM DUA-BENDA. Apabila sedikit berpikir lagi,seseorang dapat mengembangkan menjadi p0 = (1, 2, 3, 4, ..., N) dan p1 = (2, 1, 3, 4, 5, ..., N), atau disingkat saja p0 = (1, 2, 3) dan p1 = (2, 1, 3). Perhatikan bahwa p0 = (1, 2, 3) dan p1 = (2, 1, 3) sebagai 2 benda memenuhi HUKUM DUA-BENDA:

p0 x p0 = p0,
p0 x p1 = p1,
p1 x p0 = p1,
p1 x p1 = p0.

Keadaan ini dapat diperumum: p0 = (1, 2, 3, 4, ..., kakak, adik, ..., N) dan p1 = (1, 2, 3, 4, ..., adik, kakak, ..., N).

Singkatnya, tulislah saja p0 = (kakak, adik) dan p1 = (adik, kakak), dan juga memenuhi hukum dua-benda di atas, karena hanya ada 2 benda.

Nah, sunni memang memandang dirinya SALAH, yaitu p1, yang Tuhan adalah BENAR, yaitu p0. Perhatikan bahwa (BENAR, SALAH) juga 2 benda yang memenuhi HUKUM DUA-BENDA.

Perhatikan bahwa p0 dan p1 bukan saja (1, 2) dan (2, 1), akan tetapi juga (1, 2, 3, ..., kakak, adik, ..., N) dan (1, 2, 3, ..., adik, kakak, ..., N). Kesalahan sunni adalah memandang SETARA (1, 2) dengan (1, 2, 3, ..., N), serta (2, 1) dengan (2, 1, 3, 4, ..., N).

Maksudnya, ketika sunni berkata, "Aku sunni", maka maksudnya adalah p1 terhadap p0 tanpa merinci lagi. Tegasnya, pa adalah sunni maka berlaku HUKUM DUA-BENDA. Oleha karena itu, dalam P3 = {p0, p1, p2, p3, p4, p5}, maka sunni adalah himpunan-himpunan bagian {p0, p3} dan {p0, p5} sebagai himpunan-himpunan bagian DUA BENDA.

Permutasi-permutasi p3 = (3, 2, 1) dan p5 = (2, 1, 3) dapat segera saling mengenal sebagai sesama sunni melalui enemukan adanya urutan (2, 1) yang 3 hanyalah sebelum atau sesudah. Misalnya NU dan tarekat sunni. Dengan p1 = (1, 3, 2), sudah sulit karena 3 di TENGAH. WAHABI p1 akan mengkafirkan p3 dan p5.

Kesalahan menyetarakan p0 = (1, 2) dan p0 = (1, 2, 3) mengakibatkan sunni tidak mengenal p2 dan p4. Sunni selamanya berpecah-belah dalam {p0, p1}, {p0, p3}, dan {p0, p5}, dan tiada mungkin ada {p0, p1, p3, p5}. Mengapa? Karena p1 x p3 = p2, sedangkan p2 tidak ada pada mereka.

Syiah tau diri bahwa p0 = (1, 2) tidak dapat mereka kenal. Syiah hanya mengenal p0 = (1, 2, 3), itupun melalui p2 dan p4. Tegasnya, p1, p3, dan p5 adalah syiah p2 dan p4.

Kita akan mendalaminya lagi pada Pintu Ilmu 4. Untuk memudahkan kajian, sebaiknya siapkan PRISMA SEGI-3 dan LIMAS 5-MATA.

Tidak ada komentar: